DSK Global

Tulisan ini dibuat oleh Bapak Resi Ariyasa Qadri, S. E., M. Ak., CRA., CRP., CPFI. Beliau merupakan dosen di Politeknik Keuangan Negara STAN.

Per 29 Desember 2023 yang lalu, otoritas pajak negara “Merah Putih” ini telah menerbitkan suatu aturan yang mengandung unsur “Bawang-Merah” yang tentunya bisa membuat pihak yang membacanya pedih matanya sehingga menitikkan air mata. Aturan apa yang mampu berbuat demikian? coba Anda “googling” aturan yang bernama: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan Kewajiban Pelaporan Usaha untuk Dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PMK 164/2023).

Membaca judul aturan tersebut saja pasti Anda sudah mengernyitkan dahi bukan? apalagi jika Anda menelisik kontennya. Pasti efek “Bawang-Merah” akan hadir mengenai mata Anda. Tidak percaya? Silakan dicoba. Ah, daripada Anda pusing membaca aturan tersebut, lebih baik Anda simak alunan penjelasan yang akan saya berikan untuk melucuti “satu-dua tirai” yang berada dibalik aturan tersebut.

Tirai pertama: “pemain baru” yang ikut terseret dalam pusaran ada beberapa pihak yang menurut penulis akan terdampak dari munculnya PMK 164/2023. Ibarat Coach Shin Tae Yong yang membawa “Justin Hubner” dalam skuad tim Garuda pada Piala Asia 2024, sang perumus PMK 164/2023 pun ikut menyeret beberapa “Pemain Baru” dalam kancah presumptive tax di Indonesia. Sebelum saya masuk lebih dalam, Anda tahu bukan apa itu “presumptive tax”?

Tenang jangan panik, akan saya jelaskan. Silkapianis, Khoirunnisa, dan Qadri dalam penelitiannya yang berjudul Contextualizing Individual Taxpayers’ Readiness To Move On (From Using Presumptive Tax Facility)” menjelaskan dalam artikel ilmiahnya bawha presumptive tax merupakan jenis pajak yang disederhanakan dalam upaya mengurangi penghindaran pajak dan memperluas basis penerimaan pajak atas sektor hard-to-tax. Silakan Anda klik tautan berikut untuk membaca secara lengkap artikelnya:

https://ejournals.umn.ac.id/index.php/Akun/article/view/3376.

Jadi, penerapan pajak satu tarif via PMK 164/2023 merupakan penerapan dari presumptive tax di Indonesia. Mari kita kembali lagi pada frasa: “Pemain Baru”. Terdapat beberapa subjek pajak baru seiring diterapkannya PMK 164/2023, yaitu Badan Usaha Milik Desa (BUMDES), BUMDES Bersama, dan Perseroan Perseorangan. Tiga “Pemain Baru” tersebut merupakan inovasi perpajakan yang jenius yang dicetuskan oleh pemerintah, sekaligus menimbulkan efek “Bawang Merah” bagi pengurus BUMDES, BUMDES Bersama, dan Perseroan Perseorangan.

Betapa tidak, tercatat sekitar 50 ribu BUMDES dan 17 ribu BUMDES Bersama di Indonesia per 31 Oktober 2023 sebagaimana mengacu pada data di Kementerian Desa. Sekarang Anda bayangkan, jika omset tahunan dari 1 BUMDES adalah Rp20 juta, maka potensi total omset dari seluruh BUMDES dimaksud dapat mencapai minimal Rp 1 trilyun per tahun. Berapa jumlah potensi PPh final berbasis PMK 164/2023? tentunya dapat mencapai Rp 50 milyar dalam 4 tahun ke depan.

Pada tahun ke-5 sejak tahun 2023, BUMDES dimaksud akan “Ketiban-Pulung” untuk menerapkan tarif PPh Pasal 17. Apakah para pengurus BUMDES siap untuk menerapkan PMK 164/2023? tentunya belum siap. Kenapa demikian? Berdasarkan pengalaman penulis selama 3 tahun membina banyak BUMDES di Jawa Timur, jangankan membayar PPh final berbasis PMK 164/2023, para pengurus BUMDES masih dipusingkan dengan bagaimana membuat BUMDES binaannya menjadi “profitable.” Sekedar mendapatkan untung saja, susah. Oleh karenanya, diperlukan strategi perencanaan bisnis yang mumpuni agar pengenaan PPh Final BUMDES ini dapat membuat BUMDES “ikhlas” untuk membayar pajak demi kemakmuran umat. Kemudian, tirai selanjutnya adalah terkait inovasi “WP setor pajak penghasilan final berbasis PMK 164/2023 dianggap lapor SPT Masa sesuai tanggal NTPN.” Seperti apa penjelasannya? silakan Anda nantikan artikel berikutnya saja ya. Salam Pajak Kuat, Negara Kuat!



Leave a Reply